Selamat datang di Sofiamazaya jual online busana muslimah yang unik dan menarik seperti Tuneeca.

Archive for the ‘Muhasabah’ Category

Cinta Kita Tak Pernah Bertepuk Sebelah Tangan – Eramuslim

Sahabat, pernahkah ada sebersit harap di hatimu, untuk melabuhkan asa dan menyandarkan hatimu pada satu sosok? Pernahkah ada sebuah rasa yang meluap-luap bagaikan banjir bandang yang tertahan di balik wajahmu yang merona? Pernahkah ada sebuah rasa yang begitu dahsyat yang begitu sulit engkau tahan dan kemudian binar matamu tak sanggup menyembunyikan itu semua?

Pernahkah engkau rasakan demikian, sahabat? Meski kemudian engkau tahu, bahwa rasa-rasa itu adalah sesungguhnya bukan pada sosok yang layak, dan belum dihalalkan-Nya, lalu kemudian mati-matian engkau coba lenyapkan dari segala bilik memorimu? Pernahkah?

Kemudian, pada saat yang tak terduga, saat harap-harapmu itu seperti singsingan fajar yang semakin meninggi dan kemudian menjadi mentari pagi di ufuk timur yang kian mencerah, kau dihadapkan pada sesuatu yang bagimu lebih dahsyat dari hancurnya katai putih menjadi supernova. Harapan dan asa yang kau rajut tiba-tiba saja buyar seketika.

Tiba-tiba saja mentari yang baru saja menyingsing di ufuk timur, dengan segera tenggelam seketika. Kau merasa gelap. Harapanmu itu kandas seperti bergantinya mentari dengan gelapnya sang malam tanpa rembulan. Semangatmu meredup. Harapanmu lenyap. Lalu, engkau menderita sebab langit asamu tiba-tiba saja mendung dan memuntahan hujan deras.

Ah, sahabat. Kau sedang dirundung kedukaan. Tapi, engkau tak boleh lupa satu hal, bahwa CINTAMU TAK PERNAH BERTEPUK SEBELAH TANGAN! Ya, sekali lagi, cintamu tak pernah bertepuk sebelah tangan. Sungguh, tak pernah.

Sebab, mungkin saja harap-harap itu telah membuatmu lupa bahwa ada banyak lokus cinta yang ada di sekelilingmu. Cinta tulus, yang tak pernah ada pamrih sedikitpun, tercurah untukmu, di saat engkau (mungkin) mengejar cinta yang bahkan bukan selayaknya untuk kau kejar!

Cobalah kembali kita insafi sejenak. Sungguh ada banyak cinta di sekeliling kita, tulus teruntuk buat kita, yang mungkin ambang dalam hati kita sebab satu lokus harap itu sudah tersandar bulat-bulat padanya. Cinta dari sahabat-sahabat kita, saudara saudari kita. Mereka yang merengkuh pundak-pundak kita dengan hangat. Berbagi kedukaan dan berbagi canda tawa dengan kita. Adakah pantas untuk terlupakan?

Ada lagi, curahan cinta yang lebih dahsyat dari itu. Bahkan, ia pertaruhkan nyawa demi kehidupan kita. Sungguh, cinta yang takkan pernah terbalaskan oleh diri kita. Ialah cinta ibu dan ayah kita. Lalu, apakah masih ada alasan bagi kita untuk lupa dengan segenap cinta yang begitu dahsyat ini dan masih merelakan separuh hati kita, bahkan untuk seseorang yang tak layak menurut-Nya? Cobalah sejenak kembali kita selami. Bukankah beliau berdua tak pernah rela membiarkan sedikitpun ada beban penderitaan di hati kita?

Saat kita bahkan lebih euphoria menerima SMS dia dari pada beliau berdua? Saat sebagian alam fikir kita justru tersedot pada seseorang yang belum tentu terbaik buat diri kita, dan lupa akan segala cinta dahsyat dari ayah bunda kita? Bukankah beliau telah berkorban segalanya untuk kita? Memberikan yang terbaik untuk kita. Berbahagia dengan kebahagiaan kita, melebihi kebahagiaan diri beliau sendiri. Apakah kita lupa itu?

Ingatkah kita, ketika beliau lebih rela kekurangan, lebih rela untuk tidak enak, hanya demi diri kita agar tidak kekurangan dan merasa lebih enak? Ingkatkah kita, ketika beliau senantiasa bersusah payah, lelah dan penat tetapi tak pernah beliau keluhkan itu? Bahkan, ketika kita bertanya, “adakah engkau lelah, Bunda?” beliau masih saja menjawab “tidak, anakku” padahal tubuh itu sudah begitu gemetaran? Aaah…, sungguh, mungkin kita lupa, ketika kita mengejar cinta yang belum tentu Alloh halalkan untuk diri kita. Lupakah kita akan hal itu?

Sahabat, bersyukurlah…bahwa engkau jauh lebih beruntung dikaruniai kasih dan cinta yang tak terbatas? Kita jauh lebih beruntung dari pada segenap anak-anak lainnya yang sama sekali tak merasakan dahsyatnya cinta luar biasa ini. Anak-anak yang tak pernah merasakan betapa bersahajanya belaian seorang ibu? Lalu, masihkah kita sanggup berkata, bahwa cinta kita bertepuk sebelah tangan?

Di atas itu semua, masih lagi ada cinta yang Maha Dahsyat! Cinta Sang Maha Pemilik Cinta. Kita, yang senantiasa melakukan dosa di hadapan-Nya, tapi, Dia masih membentangkan segenap keampunan. Masih mencurahkankan segenap Rahman dan Rahim-Nya pada diri kita yang dhaif ini. Dia yang sungguh jauh lebih dekat dengan kita. Bahkan, dia itu, tentulah tak lebih bandingannya dengan sebiji dzarrah dibandingkan luasnya semesta. Bahkan ia lebih kecil dari pada itu. Lalu, adakah kita lupa akan hal ini? Ah, sungguh…cinta kita tak pernah bertepuk sebelah tangan. Tak pernah…

Sahabat…

Sungguh, ada cinta-Nya yang Maha Indah yang lebih patut untuk kita kejar. Sungguh, dia itu bukan apa-apa. Bahkan, BELUM TENTU dia adalah sebaik-baik pilihan-Nya buat diri kita. Berhentilah melabuhkan harap pada manusia yang sama dhaifnya dengan diri kita. Berhentilah menyandarkan hati pada sosok yang belum tentu Dia ridhoi untuk membersamai kita. Sedangkan cinta-Nya dan kasih sayang-Nya, adalah sesuatu yang PASTI meliputi semua hamba-Nya, bahkan setelah kita bermaksiat sekalipun. Sungguh, ampunan-Nya lebih luas dari samudera, kendati pun dosa-dosa kita juga sebanyak air di lautan. Lalu, masihkah kita rela menukar cinta yang banyak dengan cinta yang sedikit? Tentu kita tak ingin merugi, bukan?

Sahabat, mari, kita saling mengingatkan. Mari kita mengejar cinta-Nya. Yaah, cukuplah pada-Nya saja kita labuhkan segenap harap. Dia paling tahu apa yang terbaik bagi diri kita, jauh melebihi kita. Bahkan kita tak tahu apa-apa.

http://www.fathelvi.blogspot.com

Semua dibalas Allah…

“Ihfazhillaha yahfazhkallah” :”Perhatikn Allah,Allah perhatikn kamu” ;”Cintai Allah,Allah cintai kamu”(QS 5:54),”Penuhi prmintaan Allah, Allah penuhi prmintaan kamu”(QS 2:186),”Ikuti Rasulullah,Allah cintai kamu”(QS 3:31),”Tolonglh mrk dlm ksusahn & tertindas,Allahpun tolong kamu”(QS 47:7).”Bila kamu mau melakukn apa yg Aku mau,Akupun mau melakukn apa yg kamu mau”.(Hds Qudsi) SubhanAllah,semua dibalas Allah,shabatku…

Source:kutipan dari K. H. Muhammad Arifin Ilham

Masih Ada Dusta Di Hatiku – Eramuslim

Hari belumlah terlalu sore, baru jam setengah lima. Tapi hujan yang turun dengan lebat membuat sore terasa lebih gelap dari yang semestinya. Angin yang bertiup cukup kencang dan suara guntur yang bersahutan menambah suasana semakin dingin dan mencekam.

Di dalam becak, aku terdiam menahan dingin. Percikan hujan menerobos melalui celah-celah plastik penutup becak yang tersingkap angin. Aku terpaksa mengurungkan semua keinginanku untuk berbincang banyak hal dengan ‘teman lamaku’ yang kini harus berjuang lebih keras lagi untuk menggerakan roda-roda becak menembus genangan air dan melawan kencangnya angin. Jika aku nekat bertanya, bukan saja suaraku hanya akan tenggelam dalam derasnya hujan dan guntur yang terus bersahutan, tapi juga akan semakin menyiksanya. Ia sudah sangat kerepotan mengumpulkan tenaga dan mengatur nafasnya.

Kang Admin, begitu biasa kupanggil teman lamaku ini. Usia kami memang terpaut cukup jauh. Ia seumuran dengan kakak pertamaku. Di musholla Baiturrohman lah kami sering bertemu. Sholat berjamaah dan belajar Al Quran bersama, belasan tahun yang lalu. Saat itu aku masih sekolah, sedang Kang Admin sudah berkeluarga dan dikaruniai dua orang anak. Meski merasa terlambat, namun ia tetap belajar membaca Al Quran dengan penuh semangat.

Aku dan Kang Admin tinggal di RW yang sama, tapi di RT yang berbeda. Menjadi tukang becak adalah pekerjaan utamanya. Sampai saat ini sudah lebih dari dua puluh tahun ia menghidupi keluarganya dengan profesi yang cukup menguras tenaga ini. Tapi, setahuku ia jarang atau bahkan hampir tak pernah mengeluh. Sore itu buktinya. Meski hujan turun dengan begitu deras, meski angin bertiup cukup kencang dan suara guntur menggelegar terus bersahutan, ia tetap mantap mengayuh becaknya.

“ Maafkan aku, Kang. Aku tak menyangka hujan akan turun dengan lebat begini “ Aku merasa bersalah padanya. Akulah yang meminta tolong padanya mengantarku ke agen bus sore itu. Siang tadi, saat aku hendak memesan becak, tiba-tiba Kang Admin yang baru pulang dari pasar melintas di depan rumah. Alhamdulillah, Kang Admin menyanggupi. Aku yakin ini bukan sebuah kebetulan, tapi Allah sudah mengaturnya demikian. Ini kesempatan baginya untuk menjemput rezeki, juga kesempatan bagiku untuk berbagi.

“ Tak perlu meminta maaf, ini sudah menjadi resiko pekerjaanku “ jawabnya mantap. Aku melihat kejujuran dan keikhlasan dalam ucapannya.

Aku tetap merasa tidak enak hati meskipun Kang Admin tak menyalahkanku, juga siapapun. Ia sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ia tak perlu mengeluh, apalagi marah. Baginya ini bukan sekedar resiko pekerjaannya, tapi juga takdir dan ketetapan Allah yang harus ia terima dengan ikhlas.

Tiba-tiba aku teringat akan pekerjaanku. Dibandingkan Kang Admin, kondisiku sebenarnya jauh lebih beruntung. Sehari-hari aku bekerja di dalam kantor yang cukup nyaman. Aku nyaris tak pernah berhubungan langsung dengan teriknya matahari ataupun dinginnya hujan. Aku bisa ‘mengatur’ suhu dalam ruangan sesuai yang aku inginkan. Terkadang aku memang merasakan dingin, tapi bukan karena hujan atau angin, melainkan dingin dari AC ruangan yang memberikan kesejukan serta aroma yang menyegarkan.

Bila rasa dingin mulai mengganggu aktifitasku, kapanpun aku bisa membuat minuman hangat. Meski diluar hujan turun dengan sangat lebat, angin bertiup sangat kencang bahkan kilat terus menyambar dan petir menggelegar, aku merasa aman dan nyaman-nyaman saja. Bahkan alunan lagu dari salah satu komputer semakin menambah kenyamanan seakan di luar sana sedang tidak terjadi apa-apa.

Hal ini jelas jauh berbeda dengan yang dialami Kang Admin. Bila cuaca cerah, maka ia bermandi keringat di bawah terik matahari yang menyengat. Bila cuaca buruk seperti sore itu, hujan deras membuat hampir seluruh tubuhnya basah. Angin yang bertiup kencang, bukan saja menambah dingin namun juga menghambat laju becak yang dikayuhnya. Ketika sebagian orang gemetar melihat kilat yang menyambar dan mendengar guntur yang mengelegar, Kang Admin tetap tegar mengayuh tanpa gentar.

Dalam keadaan yang sangat tidak mengenakan, apa yang Kang Admin lakukan? Tak ada pilihan lain, dan tak ada keinginan lain. Ia kumpulkan seluruh sisa tenaganya untuk terus mengayuh pedal becaknya. Ia tak pedulikan pakaiannya yang basah, ia lupakan rasa dingin, dan ia abaikan kilat yang mengerikan serta guntur yang menggetarkan. Ia berjuang sekuat tenaga, pertaruhkan kesehatan dan keselamatan badan, mengantarkan penumpang becaknya dengan selamat sampai tujuan.

Astaghfirulloh! Aku merasa malu. Malu dengan kang Admin. Meski begitu berat perjuangan dan pengorbanannya untuk menghidupi keluarga, ia tidak atau jarang mengeluh. Berbeda denganku yang mudah sekali jenuh dan mengeluh. Aku merasa malu dengan mereka yang tetap tegar bertahan, menjemput rizki dibawah panasnya terik matahari atau derasnya guyuran hujan.

Dari rasa malu, perlahan muncullah rasa takut. Aku takut akan keluh kesahku yang seringkali muncul seiring rasa jenuh dalam pekerjaanku. Aku takut itu akan mengundang siksa Nya. Dan aku semakin takut bila mengingat ayat yang diulang-ulang dalam surat Ar Rahmaan.

“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? “

Ya Allah, ampuni hamba jika segala nikmat yang Engkau anugerahkan belum sepenuhnya bisa kusyukuri. Ampuni hamba yang terkadang menganggap bahwa kenyamanan yang kudapatkan dalam pekerjaan adalah sesuatu yang sudah semestinya diberikan pihak perusahaan. Ampuni hamba yang seringkali lalai dan lupa, bahwa sesungguhnya kenikmatan yang kurasakan dalam pekerjaanku, juga dalam seluruh kehidupanku adalah karuniaMu. Ampuni hamba yang kerap merasa diri tidak beruntung, padahal diluar sana banyak sekali yang harus melawan teriknya matahari, mengabaikan derasnya hujan agar dapur tetap mengebul.

Sungguh, tiada maksud hamba mengingkari nikmat Mu. Tapi seandainya mau jujur, terkadang masih ada dusta di hatiku. Keluh kesahku, anggapan biasaku tanpa kusadari menggeser rasa syukurku atas karunia Mu. Masihlah ada dusta dihatiku. Syukur yang kuucap, terkadang tak sejalan dengan apa yang kuperbuat.

Maafkan hamba ya Allah, begitu banyak kupinta pada Mu, namun sedikit sekali syukurku. Ampuni hamba ya Allah, begitu banyak keluh kesahku hingga kulupa akan besarnya nikmat Mu.

Astaghfirulloh, astaghfirulloh, astaghfirullohal ‘adzim.

source : http://abisabila.blogspot.com

I Have No Complaints with My Life (Eramuslim – Oleh Endang TS Amir)

Jika saya menulis judul seperti di atas, itu bukanlah sebuah kesombongan, justru ungkapan rasa syukur atas segala yang telah Allah karuniakan kepada saya. Juga bukan pernyataan bahwa hidup saya bebas masalah.

Saya menulis artikel ini, karena beberapa minggu lalu, saya sering mendengar ‘keluhan’ kerabat maupun teman-teman tentang kehidupan pribadi mereka.

Ada yang mengeluh telah bekerja bertahun-tahun, tetapi tidak ada peningkatan karier. Ia menyesal tidak melanjutkan kuliah. Ada yang mengeluh kehidupannya garing dan menyesal karena menuruti perintah suaminya untuk berhenti bekerja. Ada yang mengeluh tentang perilaku buruk suaminya, dan menyesali jodohnya. Ada yang mengeluh kehidupan perekonomiannya menurun dan menyesali membiarkan anaknya yang ketiga terlahir. Masya Allah.

Keluhan. Bertapa sering kita mendengar keluhan-keluhan. Dari yang ringan sampai yang berat. Dari yang remeh temeh sampai ke masalah yang kompleks. Mengeluh indentik dengan tidak menerima keadaan. Dengan mengeluh berarti kita ‘protes’ terhadap Sang Pencipta Keadaan yaitu Allah SWT.

Mengeluh tidak menyelesaikan masalah, bahkan bisa jadi memperburuk keadaan. Segala sesuatu telah Allah tetapkan. Jika karier tidak meningkat, sehingga pendapatan juga tidak meningkat. Itu bukan masalah tidak kuliah, tetapi memang rezeki Allah yang mengatur.

Jika suami berperilaku buruk, jangan menyesali jodoh, karena jodoh Allah yang menetapkan, tetapi cari solusi terbaik agar perangai suami berubah dan kitapun dapat lebih sabar dan tabah.

Mengeluh hanya akan meracuni pikiran-pikiran kita dengan hal-hal yang negatif. Jika kita mampu mengubah keadaan yang kita keluhkan, saatnya merubah pola pikir kearah yang positif dan mulai melakukan perbaikan-perbaikan. Lakukan sesuatu yang produktif agar energi kita tidak tersita dengan keluhan-keluhan.

Jika kita tidak mampu mengubah apa yang kita keluhkan, berpikirlah tentang betapa banyaknya nikmat Allah yang telah dikaruniakan kepada kita, kemudian syukurilah hal-hal baik yang kita miliki. Keluhan-keluhan yang menumpuk, pada akhirnya membuat kita menyesali, apa yang seharusnya tidak kita sesali.

Mengeluh kehidupan kita garing dan meyesal mengikuti perintah suami untuk berhenti bekerja, sungguh tidak tepat. Taat kepada suami yang tidak menyalahi perintah Allah, hukumnya wajib setelah taat kepada Allah dan RasulNya, dan insya Allah surga jaminannya.

Kehidupan kita garing? Cari kegiatan positif dan menyenangkan hati kita. Mengeluh karena perekonomian menurun, kemudian menyesal membiarkan anaknya yang ketiga terlahir? Masya Allah.

Setiap anak membawa rezekinya masing-masing. Perekonomian menurun? Memang Allah sedang menguji dengan sempitnya rezeki, jangan sesali anak yang telah kita lahirkan.

Sungguh, kita tidak boleh menyesali apapun jika itu adalah takdir. Betapapun getirnya. Kita hanya boleh menyesali dosa-dosa kita, menyesali kesalahan yang terlajur kita perbuat, menyesali waktu yang telah berlalu tanpa kita isi dengan zikir padaNya, atau menyesali bahwa kita tidak cukup dalam menjalankan ketaatan kepadaNya.

Sedangkan menyesal atas jodoh pilihan Allah, itu tidak boleh. Menyesal atas amanah yang telah Allah karuniakan kepada kita, itu juga tidak boleh. Apapun alasannya. Karena sesungguhnya segala yang telah Allah tetapkan buat kita adalah baik, karena Allah tidak akan memberi kecuali hal-hal yang baik. Walaupun terlihat buruk, walaupun terasa menyakitkan, insya Allah itu baik jika kita dapat melihat hikmah di balik kejadian ataupun peristiwa tersebut.

Bukankah mendekatnya kita kepada Allah asbab ‘musibah’ yang menimpa kita adalah jauh lebih baik, ketimbang kebahagiaan hidup yang melenakan dan menjauhkan kita dari-Nya? Kalau kita memang terpaksa ingin mengeluh, mengeluhlah kepada Allah. Curhatlah kepada-Nya. Karena DIA-lah Pencipta keadaan, dan Hanya Dia yang mampu menyelesaikan segala persoalan.

Menjalani hidup ini, saya merasa beruntung dan bersyukur bahwa Allah banyak memberi lebih dari yang saya harapkan. Terlahir dari keluarga yang biasa-biasa saja, bahkan boleh dibilang sedikit kekurangan.

Ibu membantu perekonomian keluarga dengan menerima jahitan. Teringat dahulu, sebelum saya barangkat sekolah, saya menunggu ibu yang pagi-pagi sudah pergi mengantar jahitan. Katanya, kalau tidak dapat ongkos jahitnya, maka saya juga tidak dapat uang jajan.

Atau ketika malam takbiran, ketika teman-teman sebaya sibuk keliling kampung dan bersukaria, saya begadang memasang kancing baju pesanan langganan ibu. Pada saat saya masih SD, saya menghabiskan waktu malam saya mengajar private anak-anak tetangga. Saya jalani hidup saya, dan rasanya saya happy-happy saja.

Masalah silih berganti, perekonomian yang tidak kunjung membaik, sementara ibu memiliki 5 anak, yang kesemuanya memasuki usia sekolah. Belum lagi masalah-masalah lain yang tidak bisa saya sebutkan. Intinya, saya kenal yang namanya kesulitan hidup, saya kenal yang namanya kegetiran.

Alhamdulillah, saya bisa kuliah. Alhamdulillah saya bisa bekerja seusai kuliah. Dan masalah jodoh, sungguh saya tidak memilih kriteria yang macam-macam. Pada waktu itu saya hanya berharap Allah menjodohkan saya dengan seorang laki-laki yang akan mencintai saya karena Allah dan akan saya cintai karena Allah. Seorang laki-laki yang dapat membimbing saya dalam ketaatan kepada-Nya. Seorang laki-laki yang Allah ridhoi sebagai pasangan hidup saya.

Mengenai latar belakangnya, asalnya darimana, lulusan apa atau kerja dimana, tidak menjadi concern saya. Bukan tidak ingin memiliki suami dengan bibit, bebet dan bobot yang baik, hanya saja saya tidak ingin mendikte Allah tentang jodoh saya. Saya pasrahkan kepada Allah, agar memberi saya pendamping hidup yang baik dalam pandangan-Nya. Berharap yang terbaik, dan mempersiapkan diri untuk yang terburuk.

Alhamdulillah, Allah jodohkan saya dengan pendamping hidup yang memberi saya kebahagiaan dan kenyamanan hidup. Seseorang dengan kepribadian dan prinsip-prinsip hidup yang syar’i.

Benang merah dari sekilas kehidupan pribadi saya adalah, belajarlah menerima keadaan, apapun itu, sebagai bagian takdir yang telah Allah tetapkan untuk kita. Berhenti mengeluh.

Karena itu adalah respon negative yang membuat pola pikir dan tindakan kita jadi tidak produktif. Dari pada mengeluh cari jalan keluar. Lakukan yang terbaik yang dapat kita lakukan, insya Allah, Allah tidak akan pernah mengecewakan hamba-hambaNya yang telah bersungguh-sungguh dalam usahanya.

Kemudian bersabarlah dan pasrahkan hasilnya kepada Allah. Insya Allah, segalanya akan indah pada waktunya. Kita pasti menuai apa yang kita tanam. Jangan banyak mengeluh atau ‘protes’, Insya Allah, Allah akan memberi lebih dari yang kita bayangkan.

Sebagai gambaran, ada dua orang anak yang dicintai dan diperlakukan sama dengan ibunya. Si anak yang satu, protes terus terhadap segala yang diberikan ibunya. Dibelikan baju, mengeluh warnanya tidak sesuai, dibelikan makanan, mengeluh tidak sesuai selera.

Pokoknya ada saja yang dikeluhkan. Sementara, si anak yang kedua, apa saya yang diberikan ibunya, tidak pernah dikeluhkan. Diterima saja dengan rasa terimakasih. Sebagai ibu, tentu ia mencintai kedua anaknya. Tetapi, kepada siapa si ibu lebih simpatik?

Buruknya dari habit mengeluh adalah ia bagaikan virus yang mudah menyebar. Test case, cobalah kita berkumpul-kumpul dengan teman-teman, kemudian kita ungkapan sebuah keluhan tentang suatu hal, kemungkinan besar orang-orang lainpun akan menimpali dengan keluhan.

Misalnya kita mengeluh tentang rusaknya ruas jalan A, sehingga menghambat perjalanan, mereka-mereka yang mengalami hal yang sama kemungkinan besar akan mengeluhkan hal yang sama.

Kita mengeluh tentang perangai buruk suami misalnya, yang lainpun akan menimpali dengan keluhan-keluhan mereka tentang suami-suami mereka. Energi negatif akan mengalirkan hal-hal yang negatif. Karenanya, ciptakan pola pikir positif. Terima keadaan sebagaimana adanya tanpa keluhan.

Jika dapat kita ubah, ubahlah. Jika tidak, terimalah sebagai pernak-pernik kehidupan yang harus kita jalani. Ridholah dengan takdir-Nya. Dan nantikan, sentuhan cinta-Nya dalam setiap aspek kehidupan kita, sehingga kita dapat jalani hidup ini dengan seyuman. Insya Allah.

Wallahu’alam.

To my beloved husband, Happy birthday, semoga Allah mengaruniai sisa umur yang penuh berkah. Semoga Allah jadikan kita pasangan hidup yang saling mencintai karenaNya, dan semoga Allah persatukan kita dan anak keturunan kita dalam Jannah-Nya. Aamiiin.

Source : ummuali.wordpress.com

Antara Nafsu Dunia dan Kemuliaan Akhirat – Eramuslim

Dua alam ciptaan Allah, alam dunia dan alam akhirat, mutlak berbeda dalam karakteristik dan esensi wujudnya. Walaupun begitu setiap manusia pasti memasuki dan bergumul di dalamnya. Tak seorang pun dapat menghindar dari keberadaan di dalam alam dunia dan alam akhirat.

Oleh karena kedua alam, baik secara realitas sejatinya ataupun karakteristiknya berbeda, setiap manusia diberikan potensi untuk dapat menyempurnakan eksistensi dirinya di dalam kedua alam tersebut sehingga dapat meraih puncak kesempurnaannya. Meskipun pada kenyataannya sebagian besar manusia justru mengalami kegagalan sebelum merealisasikan kesempurnaannya secara utuh..

Alam dunia, dengan segala watak dan karakteristiknya, adalah sebuah perjalanan sedangkan alam akhirat adalah persinggahan terakhir kita, kampung halaman, dan rumah kita yang abadi.

Oleh karena itu meskipun kita dilahirkan di dunia, dan dunia menjadi tempat tinggal kita sekarang ini, namun realitas sejatinya, setidak-tidaknya secara spiritual, sedang berjalan jauh menuju tempat kembali hakiki kita, alam keabadian, alam akhirat. Di sanalah kita akan dihadapkan kepada berbagai peristiwa eskatologis yang belum pernah kita jumpai selama hayat kita.

Di tempat kembali itu masing-masing individu benar-benar akan merasakan sebagai makhluk moral yang harus mempertanggungjawabkan seluruh sepak terjang kita selama di dunia.

Di sana pula akan terbukti jati diri kita yang sebenarnya, menjadi individu yang sejatinya terhormat mencapai kebaikan tertinggi atau bahkan menjadi hina dina terjerembab ke dalam lumpur keburukan.

Allah Swt telah menunjuki manusia jalan agar dapat mencapai tempatnya yang layak dalam penciptaan, di surga-Nya. Sebagai manusia bahkan kita diperintahkan agar menempuh jalan-Nya meskipun harus berjalan mendaki lagi sukar.

Tidak sepatutnya di dunia yang fana ini menjadi tumpuan hidup. Tidak sepatutnya pula kita bermegah-megah karena tunduk kepada pesonanya dan tidak menjadikannya sebagai medan perjuangan untuk menghimpun aset untuk kembali ke rumah asalnya. ”Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?” (QS, al-Balad [90]: 11).

Bukan harta yang akan menjadi aset kehidupan akhirat kita. Bisa jadi harta menjadi simbol kemuliaan dunia. Akan tetapi di balik simbol itu ada nilai tanggungjawab moral yang harus ditunaikan.

Dalam satu riwayat dikatakan, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Kemuliaan umur dan waktu lebih bernilai dibandingkan dengan kemuliaan harta.” Bahkan harta bisa memperbudak orang yang mencintainya. Orang yang menjadikan kekayaan harta benda sebagai standar keagungan seseorang akan membenci kematian.

Padahal kematian itu adalah pintu pertemuan dengan Allah Swt yang pasti akan diketuk oleh setiap manusia. Bahkan karena cintanya kepada harta ia tidak rela berpisah darinya.

Oleh sebab itu orang-orang berakal mencela dan merendahkan orang yang serakah dalam mengumpulkan harta. Sebaliknya mereka sepakat untuk mengagungkan orang yang bersikap zuhud terhadap harta, tidak mau menumpuk-numpuknya, dan tidak menjadikan dirinya sebagai budak harta.

Meski demikian, harta selalu menjadi perburuan demi mendapatkan kemudahan, keberhasilan, kesuksesan, serta mencapai kemuliaan dalam hidup ini. Di zaman sekarang ini mengejar kekayaan dan meraih kekuasaan materi, seolah telah menjadi mindset dan orientasi hidup, sehingga seringkali untuk mendapatkannya orang tidak peduli lagi memikirkan cara yang benar atau tidak, layak atau tidak layak dengan status sosial dan kemanusiaannya.

Padahal Allah menjelaskan bahwa amal salih kitalah aset sejati bagi kehidupan di akhirat nanti. Amal shalih pula yang menjadi kendaraan perjalanan jauh kita menuju haribaan-Nya. Setiap perjalanan, lebih-lebih perjalanan jauh dan menentukan, memerlukan kendaraan dan bekal.

Oleh sebab hakikat hidup di dunia adalah sebuah perjalanan jauh menuju alam akhirat dan medan perjuangan meraih kebahagiaan sejati, maka kita harus mampu melintasi segala rintangan yang mungkin terhampar di tengah jalan.

Rasulullah Saw mengingatkan, ”Jalan menuju surga itu dipenuhi dengan hal-hal yang tidak diisukai, sedangkan jalan menuju neraka dipenuhi dengan berbagai kenikmatan syahwati.” (HR, Muslim)

Source : Ustadz Abu Ridha

Iman dan Jatidiri Manusia – Halaqah Online


Iman secara bahasa adalah kebalikan dari Kufur; iaitu pengakuan yang terpatri dalam hati sementara kufur adalah ketiadaan pengakuan.

Adapun iman secara syara’ adalah Membenarkan dalam hati, mengikrarkan dengan lisan dan mengamalkan dengan perbuatan .

Dari definisi dapat kita fahami bahawa iman adalah tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan dalam berbagai perbuatan. kerana itu Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan yang sama dalam satu keyakinan, maka orang-orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama. Sebagaimana orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. Atau juga orang yang pandangan hidup yang jelas dan sikap hidup yang teguh tanpa terumbang-ambing oleh silaunya kehidupan dunia.

Pembagian Iman

Iman itu ada dua macam

1. Iman yang Hak; iaitu iman yang ditujukan kepada Allah, Rasul, kitab-kitab, malaikat, yaumil Akhir dan taqdir, sentiasa mengarahkan hidupnya kerana Allah dan sesuai dengan kayakinannya.

2. Iman yang Batil; iaitu iman yang ditujukan kepada selain Allah, tidak sesuai dengan syariat Allah, beriman kepada dukun, sihir, ahli nujum (peramal) dan sebagainya, sebagaimana mereka juga yang sentiasa berpegang teguh pada keyakinan yang salah dan tidak mahu menerima kebenaran yang diterima.

Iman adalah cara Allah memelihara jati diri manusia.

Jika difahami dengan seksama ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis nabi saw, maka akan kita temui peri pentingnya iman pada diri setiap insan dalam menjalani hidupnya di muka bumi ini. Dengan iman maka hidup seseorang akan memiliki nilai, makna dan jati diri yang mulia di sisi Allah, dan sebaliknya tanpa iman hidup manusia akan hampa, tidak memiliki nilai dan jati diri di sisi Allah dan bahkan tiada beza dengan makhluk lain seperti binatang, bahkan lebih rendah dari binatang.

Mari kita lihat beberapa ayat Allah tentang hakikat iman yang dapat memberikan setiap insan menggapai kemuliaan dan jati diri yang terbaik di sisi Allah.

1. Manusia selalu dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman yang tidak akan mengalaminya. Allah berfirman:

وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (Al-Asr:1-3)

2. Manusia adalah makhluk sempurna, namun kesempurnaannya akan dapat jatuh dan hina jika tidak dipertahankan dengan keimanan. Allah berfirman:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ . ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَلَهُمْ أَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُونٍ

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (At-Tiin:4-6)

3. Manusia yang beriman sentiasa mendapat kehidupan yang baik dan sejahtera serta ganjaran berlimpah disisi Allah. Allah berfirman:

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki mahupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan”. (An-Nahl:97)

4. Manusia yang beriman, umurnya sentiasa dilimpahi keberkahan dan mendapat rahmat sepanjang hidupnya. Nabi saw bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُه

“Sebaik-baik manusia adalah yang panjang umurnya dan baik perbuatannya”. (TIrmidzi)

Dan Allah SWT juga berfirman:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ خَيْرٌ لِأَنْفُسِهِمْ إِنَّمَا نُمْلِي لَهُمْ لِيَزْدَادُوا إِثْمًا وَلَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka, bahawa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan”. (Ali Imran:178)

Sementara itu, manusia tanpa akan mengalami kerugian besar, baik di dunia mahupun diakhirat, bahkan Allah SWT mentamsilkan orang-orang kafir dengan berbagai tamsil yang sangat buruk.

1. Manusia tanpa iman, ibarat binatang hina bahkan lebih hina dari itu. Allah berfirman:

أَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ أَفَأَنْتَ تَكُونُ عَلَيْهِ وَكِيلًا. أَمْ تَحْسَبُ أَنَّ أَكْثَرَهُمْ يَسْمَعُونَ أَوْ يَعْقِلُونَ إِنْ هُمْ إِلَّا كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ سَبِيلًا

“Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka Apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya?, Atau Apakah kamu mengira bahawa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (Al-Furqan:43-44)

2. Manusia tanpa iman, segala perbuatannya bak fatamorgana yang akan hampa dan tanpa nilai yang berharga disisi Allah. Allah berfirman:

وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءَنَا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا لَقَدِ اسْتَكْبَرُوا فِي أَنْفُسِهِمْ وَعَتَوْا عُتُوًّا كَبِيرًا . يَوْمَ يَرَوْنَ الْمَلَائِكَةَ لَا بُشْرَى يَوْمَئِذٍ لِلْمُجْرِمِينَ وَيَقُولُونَ حِجْرًا مَحْجُورًا . وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا

“Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: “Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” Sesungguhnya mereka memandang besar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman”. Pada hari mereka melihat malaikat dihari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: “Hijraan mahjuuraa. Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (Al-Furqan:21-23)

Dan Allah juga berfirman:

وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا وَوَجَدَ اللَّهَ عِنْدَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ

“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya”. (An-Nuur:39)

3. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak laba-laba yang membuat sarang (jaring) sebagai tempat tinggal yang mudah dihancurkan. Allah berfirman:

مَثَلُ الَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ أَوْلِيَاءَ كَمَثَلِ الْعَنْكَبُوتِ اتَّخَذَتْ بَيْتًا وَإِنَّ أَوْهَنَ الْبُيُوتِ لَبَيْتُ الْعَنْكَبُوتِ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ

“Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. dan Sesungguhnya rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba kalau mereka mengetahui”. (Al-Ankabut:41)

4. Manusia tanpa iman, kehidupannya bak anjing yang senatiasa menjulurkan lidahnya. Allah berfirman:

وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ذَلِكَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan kalau Kami menghendaki, Sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya Dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir”. (Al-A’raf:176)

Source : Rabu, 02 Jun 2010 02:45 Abu Anas

Merajut Ikatan Yang Kokoh, Siapkah? – Eramuslim

Siang cukup terik. Laki-laki tampan itu, sebut saja Adi, termangu. Memandangi sepucuk foto seorang muslimah di tangannya. Empat hari yang lalu dia baru saja dipertemukan dengan muslimah yang ada di foto tersebut. Foto itu memang tak begitu jelas menggambarkan paras muka si muslimah, sebut saja Ifa.

Tapi, setelah bertemu dengan Ifa, mendadak hatinya diselimuti keraguan luar biasa. Kalau masalah perbedaan status sosial yang mencolok, antara keluarganya yang cukup terpandang dengan keluarga Ifa yang sangat bersahaja, dia tak mempermasalahkan. Tapi, yang menjadi sumber keraguannnya adalah karena paras Ifa sangatlah ‘biasa’ (kalau tidak mau dibilang ‘tidak cantik’). Sementara dia, perawakannya gagah, sangat tampan, bahkan beberapa anggota keluarganya ada yang menjadi aktor. Ditambah pula dia memiliki karir yang cukup menjanjikan. Hmm, sungguh modal yang sangat cukup untuk memikat hati siapa pun wanita yang diincarnya.

Untunglah, Adi memilih jalan yang suci untuk mencari pasangan jiwanya, melalui perkenalan yang Islami. Mempercayakan pada guru ngajinya semata, tanpa pernah sekali pun bertemu dengan muslimah tersebut sebelumnya.

Tapi kini ia menjadi ragu dengan langkahnya sendiri. Haruskah ia lanjutkan proses ini? Atau ditolak saja, karena rasanya ‘sangat tidak sepadan’? Apalagi si muslimah juga belum selesai kuliah. Huh, tentu lebih ribet lagi urusannya.

Waktu lima hari untuk mengambil keputusan, seperti yang diberikan oleh guru ngajinya, tinggal sisa satu hari lagi, hari ini. Ya, tinggal hari ini dia harus memikirkan kelanjutan dari proses perkenalannya dengan Ifa. Istikharahnya selama beberapa hari, nampaknya belum mampu membulatkan tekadnya. Masih saja ia gamang.

Namun karena ini hari jumat, dan dia berkewajiban melaksanakan sholat jumat, sejenak dia mencoba melupakan pergulatan batinnya itu. Segera ia bersiap diri menuju ke masjid untuk sholat jumat. Khusyu’ dia mendengarkan khotbah yang disampaikan dengan runtut oleh khatib.

Sampai pada satu hadist yang dinukil sang khatib, “… Akan tetapi, nikahilah seorang wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shalehah meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama.”

Sang khatib melanjutkan: “Bukankah, jika seorang laki-laki tertarik pada seorang wanita, maka apa-apa yang ada pada wanita itu, juga ada pada wanita lainnya?”

Hadits yang sebenarnya juga telah sering ia dengar itu, kali ini membuatnya tersentak, seperti tersetrum listrik!

“Allahu, tampilan fisik bukanlah segalanya. Meskipun tak cantik, dari pertemuan kemarin aku tahu Ifa gadis yang ‘iffah, sangat menjaga rasa malunya, seperti namanya. Kenapa aku mesti ragu?”

Dia merasa sangat tercerahkan dengan hadist tersebut. Tanpa sadar, air matanya pun mengalir perlahan. Bukan air mata kesedihan, tapi air mata kebahagiaan. Inilah jawaban yang ia cari-cari selama beberapa hari ini. Dan kini dadanya terasa lapang, seolah sebongkah batu yang beberapa hari ini menindihnya telah terangkat. Sambil terisak dia tersenyum, karena dia tahu jawaban apa yang harus dia sampaikan pada guru ngajinya esok hari.

Setelah 15 tahun-an berlalu, kulihat dengan mataku sendiri, pasangan yang mulia itu selalu kelihatan rukun, penuh cinta, dan saling bahu-membahu dalam dakwah. Subhanallah…

Teringat aku ucapan Ibnu Qoyyim dalam bukunya ‘taman orang-orang jatuh cinta & memendam rindu’ : ‘Allah menjadikan penyebab kesenangan adalah keberadaan istri. Andaikata penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentunya (wanita) yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali. Kadangkala kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih buruk rupanya, padahal dia juga mengakui nilai keelokan (wanita) yang lain. Meski begitu, tidak ada kendala apa-apa dalam hatinya. Karena kecocokan akhlaq merupakan sesautu yang paling disukai manusia, dengan begitu kita tahu bahwa inilah yang paling penting dari segalanya. Memang bisa saja cinta tubuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap, dengan lenyapnya sebab.’

Hmm, kalau bahasa ringkasnya mas fauzil, ‘kecantikan wajah terletak di nomor kesekian. Jauh lebih penting dari kecantikan wajah adalah kesejukan wajah Anda ketika suami memandang.’

Subhanallah, jika kriteria fisik jadi patokan utama dalam memilih jodoh, apakah jadinya 20 atau 50 tahun setelah pernikahan mereka? Akan lenyapkah juga cinta yang dulu berbinar-binar, seiring kecantikan yang dimakan usia?

Memang, tak serta merta orang bisa ikhlas menerima seorang lain sebagai pasangan hidupnya. Namun, seseorang yang imannya terpagari dengan kuat, maka seleranya akan dituntun pula oleh iman pada Rabbnya. Di sinilah letak pentingnya kekuatan ruhiyah, termasuk bagi mereka yang sedang ikhtiaruz zawaj. Jika ikhtiar ini dilakukan dalam posisi kering ruhiyah, maka percayalah pilihan akan jatuh dengan hanya mempertimbangkan selera yang ‘dangkal’. Tetapi, jika terus dipagari dengan ruhiyah tinggi, maka percayalah Allah yang akan menjaga dan menuntun kita untuk mendapatkan pasangan yang paling baik.

Ini tidak hanya berlaku untuk laki-laki, tetapi juga perempuan. Karena sebagaimana kata pak cahyadi dalam bukunya: laki-laki berhak memilih, tapi juga jangan salahkan wanita, karena wanita berhak menolak.

Wanita juga punya kecenderungan, punya selera, dan bisa saja pilihannya jatuh pada kriteria yang dangkal ketika ruhiyahnya tak terpagari dengan kuat.

Masalahnya, sudahkah persiapan ruhiyah ini dilakukan oleh para lajang pencari jodoh? Atau mereka lebih sibuk mempersiapkan yang artifisial semata seperti: rancangan acara walimah, kemana berbulan madu, pemenuhan berbagai kebutuhan rumah tangga, dan seterusnya?

Saya ingat, ada seorang lelaki shalih, yang sebenarnya memendam perasaan terhadap muslimah teman sekampusnya, sebut saja Ani. Rasa itu beratahun-tahun terpendam rapat dalam hatinya, hanya adiknya seorang yang ia beri tahu. Suatu saat, tiba-tiba guru ngajinya memanggilnya, mengatakan bahwa ada seorang muslimah yang sudah siap menikah, dan al-akh tersebut ditawarkan untuk segera ‘maju’. Dan, muslimah tersebut ternyata adalah Ani!

Al-akh tersebut tersentak, seperti pucuk dicinta ulam tiba, tentu saja. Namun, pada saat yang sama, dia merasa ruhiyahnya sedang sangat drop, dengan berbagai masalah yang sedang melingkupi dirinya. Berat bagi dirinya untuk mengambil keputusan dalam kondisi ruhiyah kering kerontang seperti itu. Setelah menmpertimbangkan beberapa hari melalui istikhoroh, dia menghadap guru ngajinya dan berkata, “Ustad, afwan saat ini saya belum siap, silahkan ikhwan yang lain saja.”

Subhanallah, dia memenangkan keimanannya, dengan pengorbanan melepaskan cinta pada tambatan hatinya yang telah ia pendam bertahun-tahun. Dia sangat takut, andaikata dia maju dalam kondisi ruhiyah berantakan seperti itu, maka pernikahan yang terjadi akan jauh dari keberkahan. Dia percaya, akan datang penggantinya yang lebih baik pada saat yang tepat, pada saat dia merasa siap, terutama secara ruhy. Subhanallah, wal hamdulillah..

Sungguh indah Allah menggambarkan pernikahan sebagai al-miitsaq ghoolidzo, ikatan yang kokoh. Ikatan yang diharapkan tak akan tercederai selamanya. Maka, sungguh indah pula perumpamaan yang Allah gambarkan:

Wanita yang (akhlaknya) buruk adalah untuk laki-laki yang (akhlaknya) buruk, dan laki-laki yang (akhlaknya) buruk untuk wanita yang (akhlaknya) buruk pula. Wanita yang baik-baik untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik-baik untuk wanita yang baik-baik pula. (An-Nur 26)

* based on the true story, curahan hati seorang mak comblang yang mulai miris dengan fenomena aneh di sekelilingnya.

** jazakallah khairan pada suamiku yang telah bersedia memilihku, bukan karena keelokan wajah, karena aku memang tidak memililkinya 🙂

Sumber : Eramuslim – Mukti Amini